Minggu, 30 Juni 2013
Belajar Abad 21
Abad 21 ditandai adanya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai aktivitas kehidupan dan tak jarang merepotkan kalangan remaja dalam konsentrasi dalam pembelajaran. oleh karena dalam setiap perkembangan selalu ada konsekuensi yang mesti dinomor dua-kan.
Teknologi mampu menghubungkan daerah daerah di berbagai belahan dunia yang melampaui sekat-sekat geografis sehingga dunia menjadi tanpa batas.
Transformasi dunia abad 21 ini berdampak pada :
1. Pasar dunia berkembang
2. Kompetisi dalam skala global
3. Pengetahuan sebagai mata uang baru
4. Kebutuhan akan teknoligi Perkembangan di abad 21 ini juga tentunya akan berdampak
pada dunia pendidikan, Proses pembelajaran tentunya harus beradaptasi dengan
perubahan.
Pembelajaran abad 21 dengan kehadiran teknologi dalam dunia pendidikan, menuntut siswa untuk kreatif, inovatif, berfikir kritis serta metakognitif dan sehingga menjadikan siswa memiliki kemampuan berkomunikasi dan bekerja kolaborasi (berkelompok). dengan harapan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dapat dijadikan bekal hidup di masyarakat yang memiliki karakter baik lokal maupun global dan dapat dipertanggung jawabkan secara personal maupun sosial masyarakat.
Artinya terdapat kriteria yang dibutuhkan untuk menghadapi pembelajaran abad 21 ini
(21st century skills), yakni:
1. Kreativitas dan kewirausahaan
2. Literasi teknologi dan media
3. Komunikasi efektif
4. Pemecahan masalah
5. Berpikir kritis
6. Bekerja sama Dengan semakin berkembangnya teknologi di abad 21,maka proses
pembelajaran harus beradaptasi terhadap perubahan ini.
Dari proses pembelajaran yang berbasis Sumber Daya alam menjadi berbasis pengetahuan
dengan disertai keterampilan berteknologi.
Seperti yang kita ketahui negara kita, Indonesia, memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah. Namun hanya dengan sumber daya alam saja tidak cukup.
Diperlukan Sumberdaya manusia yang meiliki pengetahuan dan terampil menggunakan teknologi.
Selain itu dalam pembelajaran abad 21, terjadi perubahan paradigma pendidikan. Yang tadinya proses pembelajaran berpusat pada guru, maka harus dirubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Dalam pembelajaran yang berpusat pada guru, pembelajaran lebeih menekankan seolah olah guru memberikan ceramah pada siswa tanpa memberikan kebebasan pada siswa.
Guru menjadi fokus utama dalam proses pembelajaran dan siswa tidak memiliki kebebasan sendiri. Paradigma ini sudah seharusnya dirubah menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Dimana siswa lebih memiliki kebebasan untuk berbicara, kebebasan untuk mengemukakan pendapat,dll. Sehingga siswa mampu memecahkan masalahnya sendiri.
Selain itu dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa diberikan pengalaman untuk belajar berkelompok, sehingga siswa bisa bersosialisi dengan temannya.
Dalam menghadapi pembelajaran abad 21 yang berbasis teknologi dan pengetahuan ini. Guru dihadapkan pada sebuah tantangan, yakni guru harus mampu:
1. Mempersiapkan siswa untuk pekerjaan yang saat ini belum ada dan pekerjaan yang
hilang.
2. Mengunakan teknologi yang belum ditemukan
3. Memecahkan masalah yang belum muncul Dalam transformasi pendidikan abad 21 Seorang guru harus memiliki
4 Kompetensi Dasar yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
1. Pedagogik Kemampuan dalam pembelajaran atau pendidikan yang memuat pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan perkembangannya, mengerti beberapa konsep pendidikan yang berguna untuk membantu siswa, menguasai beberapa metodologi mengajar yang sesuai dengan bahan dan perkambangan siswa, serta menguasai sistem evaluasi yang tepat dan baik yang pada gilirannya semakin meningkatkan kemampuan siswa.
2. Kepribadian Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi yang baik, tanggung jawab, terbuka, dan terus mau belajar untuk maju. Yang pertama ditekankan adalah guru itu bermoral dan beriman. Hal ini jelas merupakan kompetensi yang sangat penting karena salah satu tugas guru adalah membantu anak didik yang bertaqwa dan beriman serta menjadi anak yang baik. Bila guru sendiri tidak beriman kepada Tuhan dan tidak bermoral, maka menjadi sulit untuk dapat membantu anak didik beriman dan bermoral.
3. Sosial Kompetensi sosial meliputi: memiliki empati pada orang lain, memiliki toleransi pada orang lain, memiliki sikap dan kepribadian yang positif serta melekat pada setiap kopetensi yang lain, dan mampu bekerja sama dengan orang lain.
4. Profesional Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) para anggotanya. Artinya pekerjaan itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu.
Namun selain empat hal diatas terdapat satu kompetensi dasar yang perlu diperhatikan guru yaitu Teknoligi, Informasi dan Komunikasi (TIK).
Mengingat transformasi pembelajaran di abad 21 ini berbasis pengetahuan dan teknologi, maka guru memerlukan kompetensi TIK.
Adapun untuk menghadapi transformasi pendidknan abad 21 perlu memperhatikan langkah – langkah berikut:
Langkah 1
1. Kecakapan abad 21
2. Pembelajaran berpusat pada siswa
3. Literasi teknologi
4. Berpkir tingkat tinggi
Langkah 2
1. Membuat RPP
2. Pembelajaran berbasis proyek
3. Kolaborasi online
4. Penilaian abad 21 Filosofi dan Perubahan Gaya Hidup Dalam Pendidikan
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Fungsi filosofis:
1. Membawa penafsiran
2. Bertindak sebagai ruang pembersih
3. Menawarkan sumber dan bimbingan etis
4. Menginduksi kebiasaan berpikir Filsafat pendidikan memiliki fungsi merumuskan dasar
dan tujuan pendidikan, merumuskan teori, bentuk dan sistem pendidikan serta merumuskan
hubungannya dengan agama dan kebudayaan. Fungsi filsafat pendidikan sangat strategis
karena merumuskan masalah-masalah mendasar yang berkait dengan dunia pendidikan dan
hubungannya dengan pembangunan bangsa dan negara.
Dasar dan tujuan pendidikan yang jelas akan memudahkan dalam penyelenggaraan pendidikan, dan dapat menjadi parameter akan tercapai tidaknya apa yang dicita-citakan.
Adapun proses dan peran pendidikan adalah:
1.Serangkaian kegiatan komunikasi yang melibatkan orang dewasa dengan tujuan untuk
mendewasakan anak
2.Proses pendidikan dapat dilakukan dengan tatap muka ataupun menggunakan media
3.Pendidikan akan memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya.
Semoga dengan perkembangan IPTEK Sumber daya alam Indonesia Benar-benar bisa di kelola oleh Sumber Daya Manusia Indonesia yang masih dipertanyakan kredibilitasnya, tentu saja bukan semata-mata kwalitas SDM yang rendah namun kadang kita sering temukan juga tidak adanya kesinambumgan dalam sebuah pengelolaan atau bisa jadi berbelit birokrasi sehingga menyulitkan pada hal-hal yang masih bisa di sederhanakan, jika demikian bukan hanya semata-mata SDM tetapi juga sebuah kebijakan yang di buat oleh para penguasa yang semestinya bisa melahirkan gairah diberbagai lini. Lagi-lagi SDM ? Wallohu A'lam..
Kamis, 06 Juni 2013
Perilaku Damai
Bagaimana pandangan al-Qur’an terkait dengan perilaku damai kaum Muslimin terhadap para pengikut agama lainnya?
Hidup berdampingan secara damai di antara pemeluk agama merupakan satu pemikiran orisinil Islam. Banyak ayat al-Qur’an, dalam ragam bentuk, dengan lugas menganjurkan kepada kaum Muslimin untuk memperhatikan masalah penting ini. Dalam pandangan al-Qur’an, perang agama dan pertikaian lantaran perbedaan-perbedaan keyakinan yang dapat disaksikan pada sebagian agama – seperti perang Salib kaum Kristian, tidak dibenarkan. Memendam dendam dan permusuhan kepada para pengikut agama dilarang demikian juga menggunakan metode-metode yang menghina agama lainnya juga tidak dibenarkan dalam Islam.
Al-Qur’an menganjurkan beberapa jalan untuk menyediakan ruang hidup damai secara berdampingan dengan pemeluk agama lain, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan ruang kebebasan untuk berkeyakinan dan berpikir
2. Memberikan perhatian terhadap prinsip-prinsip bersama
3. Menafikan rasialisme
4. Dialog seara damai
5. Menyambut tawaran damai
6. Menerima hak-hak kaum minoritas
7. Menerima secara resmi para nabi dan kitab-kitab samawi
8. Mendorong perdamaian internasional
9. Memerangi segala ilusi superior atas agama lain
10. Korporasi dan kerjasama dalam masalah-masalah internasional
Hidup berdampingan secara damai di antara pemeluk agama merupakan satu pemikiran orisinil Islam. Banyak ayat al-Qur’an, dalam ragam bentuk, dengan lugas menganjurkan kepada kaum Muslimin untuk memperhatikan masalah penting ini. Sementara pada empat belas abad sebelumnya, konsep koeksitensi (co-existence) di antara agama dan pemeluk agama sama sekali belum dikenal oleh umat manusia.
Dalam pandangan al-Qur’an, perang agama dan pertikaian lantaran perbedaan-perbedaan keyakinan yang dapat disaksikan pada sebagian agama – seperti perang Salib kaum Kristian, tidak dibenarkan. Memendam dendam dan permusuhan kepada para pengikut agama dilarang demikian juga menggunakan metode-metode yang menghina agama lainnya juga tidak dibenarkan dalam Islam.
Al-Qur’an menyebutkan sekelompok orang dari Kristen dan Yahudi yang saling mencemooh satu dengan yang lain, saling menghina, menginjak-injak hak-hak manusia, senantiasa menyulut api peperangan dan pertikaian di antara sesama mereka, “Dan orang-orang Yahudi berkata, “Orang-orang Nasrani itu tidak memiliki suatu pegangan”, dan orang-orang Nasrani juga berkata, “Orang-orang Yahudi tidak mempunyai suatu pegangan”, padahal mereka (sama-sama) membaca al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” (Qs. Al-Baqarah [2]:113)
Al-Qur’an menganjurkan beberapa jalan untuk menyediakan ruang hidup damai secara berdampingan dengan pemeluk agama lain, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan ruang kebebasan untuk berkeyakinan dan berpikir
Pada sebagian ayat al-Qur’an dijelaskan prinsip kebebasan berakidah. Artinya secara asasi mengikuti keyakinan-keyakinan hati dan masalah-masalah nurani hanya bermakna tatkala tidak terdapat desakan dan paksaan di dalamnya. “Tiada paksaan untuk (memeluk) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. “ (Qs. Al-Baqarah [2]:256) “Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah semua orang yang di muka bumi ini beriman. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya seluruh mereka menjadi orang-orang yang beriman?” (Qs. Yunus [10]:99) “Dan katakanlah, “Kebenaran itu datang dari Tuhanmu; maka barang siapa yang ingin (beriman), hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir.” (Qs. Al-Kahf [18]:29) “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mempersekutukan-(Nya). “(Qs. Al-An’am [6]:107)
Iman kepada Tuhan dan prinsip-prinsip Islam sekali tidak dapat dipaksakan, melainkan hanya dapat dilakukan dengan logika dan penalaran. Pikiran dan ruh hanya dapat dimasuki dengan logika dan penalaran. Penting kiranya hakikat-hakikat dan perintah-perintah Ilahi dijelaskan sehingga orang-orang memahami dan menerimanya dengan kehendak dan ikhtiar yang mereka miliki.
Dimensi lain kebebasan adalah kebebasan berpikir dan beride. Pada kebanyakan ayat al-Qur'an manusia diseru untuk berpikir, berinteleksi dan berkontemplasi di alam semesta. Manusia dituntut dengan energi akalnya, untuk mengenal segala yang menguntungkan dan merugikan bagi dirinya. Ia diminta untuk bebas dari segala pasungan, tawanan, kesesatan dan penyimpangan, sehingga ia dengan mudah melenggang melaju ke depan untuk meraup kesempurnaan. "Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dunia dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhan-mu tidak cukup (bagimu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?" (Qs. Fusshilat [41]:53) "Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?" (Qs. Al-Dzariyat [51]:20-21)[1]
2. Memberikan perhatian terhadap prinsip-prinsip bersama
Islam adalah sebuah ajaran yang semenjak kemunculannya telah mempresentasikan slogan koeksistensi kepada seluruh penduduk dunia. Ajaran ini menyeru kepada Ahlulkitab, “Katakanlah, “Hai ahli kitab, marilah (berpegang teguh) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Qs. Ali Imran [3]:64)
Ayat ini merupakan salah satu ayat penting yang menyeru Ahlulkitab kepada persatuan. Argumentasi ayat mulia ini berbeda dengan model argumentasi ayat-ayat sebelumnya. Ayat-ayat sebelumnya, secara langsung menyeru kepada Islam, namun ayat ini menaruh perhatian pada poin-poin common antara Islam dan Ahlulkitab.
Al-Qur’an mengajarkan kepada kaum Muslimin bahwa apabila orang-orang tidak bersedia untuk bekerja sama denganmu untuk mencapai tujuan-tujuan sucimu, janganlah berlipat tangan dan berusahalah minimal pada tujuan-tujuan common, kalian dapat bekerja sama dengan mereka dan menjadikannya sebagai asas untuk merealisasikan tujuan-tujuan mulia kalian.[2]
3. Menafikan rasialisme
Al-Qur’an, mencela segala jenis pemikiran rasialisme dan memandang bahwa seluruh manusia adalah anak dari satu ibu dan ayah dan tentu saja hampa keunggulan ras, kaum dan agama.
Al-Qur’an dalam pesan universalnya menolak rasialisme, berseru, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs. Al-Hujurat [49]:13)
Salah satu prinsip penting koeksistensi secara damai adalah persamaan dan kesetaraan umat manusia. Karena rasialisme adalah ajaran yang memandang dirinya lebih superior dan mendorong penganutnya untuk menghina bangsa-bangsa lainnya yang akan menyebabkan munculnya pelbagai problematika bagi umat manusia. Perang Dunia Pertama dan Kedua merupakan contoh nyata dari pelbagai problematika ini.
Perbedaan warna kulit, ras, bangsa tidak akan menyebabkan keutamaan seseorang atas orang lainnya. Dalam pandangan al-Qur’an, perbedaan bahasa dan warna kulit merupakan salah satu ayat-ayat dam tanda-tanda kebesaran Tuhan. Perbedaan ini merupakan media untuk mengenal satu dengan yang lainnya. Apabila seluruh manusia satu bentuk, satu warna dan memiliki satu corak, tinggi dan berat maka kehidupan manusia ini akan berujung pada chaos dan anarki.
Menurut al-Qur’an, manusia tidak memiliki keutamaan dan kemuliaan atas manusia lainnya kecuali dengan ketakwaan dan penghambaan kepada Tuhan. Seluruh manusia adalah entitas yang membentuk “keluarga manusia” dan “umat yang satu”, “Sebelumnya, manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan akibat meluasnya kehidupan sosial), Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan kitab (samawi) bersama mereka dengan benar untuk memberikan keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” (Qs. Al-Baqarah [2]:213)
Kebanyakan ayat-ayat al-Qur’an menyeru manusia dengan seruan seluruh manusia, seperti “Ya Bani Adam”[3]atau “Ya ayyuha al-insan”[4] Seruan-seruan dan ekspresi-ekspresi ini menandaskan bahwa kemanusiaan merupakan satu makna common di antara para penghuni jagad raya. Orang-orang dari pelbagai daerah tidak memiliki perbedaan dengan yang lainnya dari sisi kemanusiaan. Manusia sepanjang perjalanan sejarah dari sisi bahasa, warna kulit, ras, bangsa dan sebagainya adalah berbeda satu dengan yang lainnya. Namun dalam perspektif Islam, seluruh umat manusia merupakan putra-putri satu ayah dan ibu (Adam dan Hawa) dan segala perbedaan yang ada tidak akan menciderai kemanusiaan manusia ini.[5]
4. Dialog seara damai
Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk mengedepankan “jidal ahsan” dan “berdialog secara damai” dengan Ahlulkitab dan hubungannya dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip bersama.
Al-Qur’an menyatakan, “Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, dan katakanlah, “Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhan-mu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya-lah berserah diri.” (Qs. Al-Ankabut [29]:46)
Pada ayat-ayat sebelumnya yang mengemuka adalah model konfrontasi dengan para penyembah berhala yang keras kepala dan jahil, yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi yang ada, namun pada ayat ini yang mengedepan adalah mujâdalah dan dialog dengan cara lebih lembut dengan Ahlulkitab. Karena mereka paling tidak, telah mendengar sebagian dari instruksi-instruksi para nabi dan kitab-kitab samawi dan lebih memiliki persiapan untuk mendengarkan ayat-ayat Ilahi.
Al-Qur’an menitahkan kepada kaum Muslimin untuk tidak mencela orang-orang kafir dan para penyembah berhala; karena sebagai tandingannya mereka juga akan menggunakan cara yang sama, “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami hiasi bagi setiap umat pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah tempat kembali mereka, lalu Dia memberitahukan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Qs. Al-An’am [6]:108)
Mengingat penjelasan instruksi-instruksi Islam disertai dengan logika, argumentasi dan model-model damai, al-Qur’an menganjurkan dengan sangat kepada sebagian orang beriman, berdasarkan keprihatinan yang mendalam terhadap masalah penyembahan berhala sehingga melontarkan makian kepada para penyembah berhala, untuk tidak menghindari ucapan-ucapan tidak senonoh kepada mereka. Islam memandang perlu ditunaikannya prinsip-prinsip adab, kehormatan dan sopan santun dalam menjelaskan ajaran-ajarannya, bahkan di hadapan agama yang paling buruk dan khurafat sekali pun. Karena setiap kelompok dan bangsa, bersikap puritan dan fanatik terhadap keyakinan dan amalan-amalannya. Berkata-kata tidak senonoh dan bersikap kasar akan membuat mereka semakin keras membela keyakinan mereka.
5. Menyambut tawaran damai
“...Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepadamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangimu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu, maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.” (Qs. Al-Nisa [4]:90)
Terdapat dua kabilah di antara kabilah-kabilah Arab bernama “Bani Dhamrah” dan “Asyja’”; Kabilah Bani Dhamrah menandatangani perjanjian damai dengan kaum Muslimin dan kaum Asyja’ juga merupakan mitra Bani Dhamrah.
Setelah beberapa lama kaum Muslimin menerima kabar bahwa kaum Asyja’ berjumlah tujuh ratus orang mendatangi batalyon Mas’ud bin Rujailah dekat Madinah. Rasulullah Saw mengutus beberapa orang wakil kepada mereka untuk mencari tahu tujuan mereka di tempat itu. Mereka menyatakan, “Kami datang untuk mengikat perjanjian damai dengan Muhammad Saw. Tatkala Rasulullah Saw mengetahui hal ini, beliau memerintahkan kaum Muslimin untuk mengantarkan banyak kurma sebagai hadiah kepada mereka. Kemudian menghubungi mereka dan mereka menyatakan bahwa kami tidak memiliki kemampuan untuk berperang melawan musuh-musuh Anda karena jumlah kami sedikit; dan juga tidak memiliki kekuatan dan keinginan untuk berperang melawan Anda karena daerah kami berdekatan dengan daerah Anda; karena itu kami datang untuk menandatangani perjanjian damai. Pada waktu itu, ayat yang disebutkan di atas turun dan memberikan instruksi penting kepada kaum Muslimin dalam masalah ini.[6]
6. Menerima hak-hak kaum minoritas
Tiada satu pun agama sebagaimana agama Islam yang memberikan jaminan kebebasan dan menjaga kemuliaan dan hak-hak kaum minoritas. Islam menyediakan keadilan sosial secara sempurna di negeri Islam, bukan hanya untuk kaum Muslimin, melainkan bagi seluruh warga negerinya, meski dengan adanya perbedaan agama, mazhab, ras, bahasa dan warna kulit. Hal ini merupakan salah satu keunggulan besar alam kemanusiaan yang tidak dimiliki satu agama dan aturan mana pun di dunia selain Islam.
Kaum minoritas mazhab dengan menandatangani perjanjian dzimmah (perlindungan) dan memperoleh kewarganegaraan dapat hidup secara bebas di negeri Islam dan sebagaimana kaum Muslimin memperoleh hak-hak sosial dan keamanan dalam dan luar negeri. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan kebijaksanaan umum Islam tentang penjagaan hak-hak bangsa-bangsa dan agama-agama asing lainnya demikian, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Qs. Al-Mumtahanah [60]:8)
Karena itu, Islam memberikan izin kepada kaum minoritas dan yang tidak menerima Islam untuk hidup dalam masyarakat Islam dan memperoleh hak-hak kemanusiaannya; dengan syarat mereka tidak menimbulkan gangguan bagi Islam dan kaum Muslimin. Demikian juga tidak melakukan penentangan terhadapnya.
Pada ayat lainnya, al-Qur’an menyatakan, “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama, mengusirmu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Qs. Al-Mumtahanah [60]:9)
Dengan memperhatikan dua ayat ini, kebijakan umum Islam terkait dengan kaum minoritas dan orang-orang yang tidak menerima Islam adalah sebagai berikut bahwa sepanjang kaum minoritas tidak melanggar hak-hak kaum Muslimin dan tidak melakukan konspirasi melawan Islam dan kaum Muslimin, maka mereka dapat hidup secara bebas di negeri Islam dan kaum Muslimin memiliki tugas untuk bersikap adil dan berlaku baik terhadap mereka; namun apabila mereka melakukan kerjasama untuk merongrong Islam dan kaum Muslimin, melakukan konspirasi dengan pihak musuh untuk memerangi Islam dan kaum Muslimin maka kaum Muslimin bertugas untuk menghalangi aktifitas mereka dan tidak menjadikan mereka sebagai kawan.
Dalam Islam, kebebasan dan penghormatan kepada kaum minoritas sedemikian toleran sehingga apabila seseorang dari “ahlu dzimmah’ melakukan sebuah perbuatan yang dipandang boleh dalam agama mereka namun dipandang haram dalam Islam – seperti meminum khamar – maka tiada seorang pun yang dapat menghalanginya; tentu saja sepanjang perbuatan itu tidak dinampakkan secara lahir di hadapan khalayak. Apabila ia melakukannya secara lahir di hadapan khalayak maka ia akan dituntut karena melakukan pelanggaran “qânun tahta al-himâyah” dan apabila ia ingin melakukan sebuah pekerjaan yang dalam agama mereka juga dipandang haram seperti zina, sodomi dan sebagainya maka dari sisi hukum, mereka tidak ada bedanya dengan kaum Muslimin, akan dikenakan pidana (had). Meski mereka dapat dikembalikan kepada kaumnya untuk ditindak berdasarkan aturan-aturan agama mereka sendiri.[7]
Sesuai dengan hukum jurisprudensi Islam (fikih) apabila dua orang ahli dzimmah ingin menyelesaikan perkara di antara mereka di hadapan seorang hakim Muslim maka hakim tersebut boleh memilih (mukhayyar) untuk mengadili mereka berdasarkan hukum Islam atau mengabaikan mereka. Al-Qur’an dalam hal ini menyatakan, “Jika mereka (orang-orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta keputusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun.“ (Qs. Al-Maidah [5]:42) Akan tetapi hal itu tidak bermaksud bawha Rasulullah Saw dapat menurutkan keinginan pribadinya dalam memilih dua hal ini, melainkan bahwa kondisi dan situasi harus menjadi bahan pertimbangan. Apabila mendatangkan kemaslahatan maka beliau boleh intervensi dan memberikan hukuman. Kalau tidak beliau boleh mengabaikannya.[8]
Dalam hal ini, salah satu kemaslahatan menjaga interaksi dan hubungan dengan Ahlulkitab dan kaum Muslimin. Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa koeksistensi kaum Muslimin dan Ahlulkitab sedemikian tinggi sehingga mereka datang ke hadapan Rasulullah Saw untuk diputuskan dan diadili perkara yang mereka hadapi. Keadilan senantiasa merupakan sebuah nilai universal. Kapan pun, dimanapun dan dengan siapa pun. Apabila penguasa atau pemeritahan Islam telah dipilih untuk menjadi mediator, hakim dan juri maka ia harus mematuhi keadilan dan masalah-masalah ras, kaum, kabilah, fanatisme kelompok, kecendrungan-kecendrungan pribadi, intimidasi tidak boleh memberikan pengaruh dalam proses peradilan.
7. Menerima secara resmi para nabi dan kitab-kitab samawi
Pada dasarnya seluruh kitab samawi senada dalam masalah-masalah prinsip (ushul) antara satu dengan yang lain dan menuju pada tujuan yang satu (menggembleng dan menyempurnakan manusia). Meski pada masalah-masalah cabang, sesuai dengan tuntutan aturan kesempurnaan gradual masing-masing berbeda satu sama lain. Setiap ajaran baru telah melintasi tingkatan yang lebih tinggi dan lebih memiliki program yang lebih aplikatif dan menyeluruh. Sembari memberikan penghormatan terhadap para nabi dan kitab-kitab samawi sebelumnya, al-Qur’an juga membenarkannya, “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, sedang kitab ini membenarkan dan menjaga kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya. Maka putuskanlah perkara mereka menurut ketentuan yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu umat (saja).” (Qs. Al-Maidah [5]:48)
Kurang-lebih terdapat dua puluh ayat lainnya yang membenarkan dan menyokong Taurat dan Injil.[9] Pada dasarnya, sunnah Ilahi ini, bahwa setiap nabi membenarkan dan menyokong nabi sebelumnya, dan membenarkan setiap kitab samawi sebelumnya. Allah Swt dalam menyokong Musa dan Taurat, melalui nabi dan kitab samawi selanjutnya, yaitu Nabi Isa dan Injil menyatakan, “Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Isra’il) dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil, sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya, dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat, menjadi petunjuk, dan nasihat untuk orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Maidah [5]:46)
8. Mendorong perdamaian internasional
Islam semenjak permulaan telah mencanangkan prinsip-prinsip perdamaian dan melalui jalan tersebut, Islam telah memuluskan perdamaian internasional dan koeksistensi secara damai di antara pemeluk agama-agama dunia.
Dalam masalah ini cukup bagi kita mengetahui bahwa perdamaian (shulh) adalah ruh agama Islam. Sebagaimana yang telah disebutkan redaksi Islam derivasinya dari kata sa-la-m dan atas dasar itu mengandung makna keselamatan dan ketenangan; karena itu al-Qur’an menitahkan seluruhnya untuk memasuki wilayah “salam dan perdamaian”
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam wilayah keselamatan secara keseluruhan (baca: sempurna).” (Qs. Al-Baqarah [2]:208)
Sa-la-m lebih tinggi kedudukannya dan lebih lestari ketimbang perdamaian (shu-lh). Karena sa-la-m bermakna keselamatan dan keamanan serta tidak memiliki satu bentuk perdamaian yang bersifat temporal secara lahir.
Allah Swt menitahkan Rasulullah Saw bahwa apabila para musuhmu memasuki wilayah perdamaian dan condong kepadanya, maka engkau juga (Muhammad) memanfaatkan kesempatan itu dengan baik dan bersepakatlah dengan mereka, “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah.” (Qs. Al-Anfal [8]:61)
Kecintaan Islam terhadap perdamaian yang terjalin di antara manusia sedemikian mendalam sehingga memberikan berita gembira kepada orang-orang beriman bahwa boleh jadi berdasarkan perilaku damai kaum Muslimin, antara mereka dan para musuh akan menjalin hubungan persahabatan, “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antara kamu dan orang-orang yang kamu musuhi di antara musyrikin (melalui jalan Islam). Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Mumtahanah [60]:70)
Kelompok non-Muslim terbagi menjadi dua: Kelompok yang berdiri berhadap-hadapan dengan kaum Muslimin, menghunus pedang di hadapan mereka, mengeluarkan kaum Muslimin dari rumah dan tempat kelahiran mereka secara paksa. Dan singkatnya, permusuhan dan kebencian terhadap Islam dan kaum Muslimin dinampakkan secara terang-terangan dalam ucapan dan perbuatan.
Taklif dan tugas kaum Muslimin dalam menghadapi kelompok ini adalah menghindar untuk menjalin apa pun bentuk hubungan. Contoh nyata dari persoalan ini adalah kaum musyrikin Mekkah, utamanya para pemimpin Quraisy; kelompok yang secara resmi menampakkan kebencian dan permusuhan dengan Islam dan kaum Muslimin. Kelompok lainnya juga menolong mereka dalam hal ini.
Adapun kelompok kedua, meski mereka kafir dan musyrik, mereka tidak ada urusannya dengan kaum Muslimin. Kelompok ini tidak menampakkan kebencian juga tidak memerangi kaum Muslimin. Juga tidak melakukan tindakan pengusiran kaum Muslimin dari rumah dan kampung halaman mereka; bahkan sekelompok dari mereka mengikat perjanjian damai dengan kaum Muslimin. Karena itu, kaum Muslimin harus bersikap loyal dengan mereka dan berusaha berlaku adil terhadap mereka. Contoh nyata dari kelompok ini adalah kaum Khuzai yang menandatangani perjanjian damai dengan kaum Muslimin.[10]
Singkatnya, sokongan terhadap perdamaian dan koekistensi secara damai dalam politik luar negeri merupakan program yang paling rasional dan paling dinamis dan Islam juga telah mencanangkan program seperti ini dan tetap mempersiapkan kekuatan untuk melakukan tindakan pembelaan (defence) pada kondisi-kondisi darurat.
Sedemikian pentingngnya perdamaian dan koeksistensi secara damai dalam Islam sehingga bahkan pada perhimpunan-perhimpunan kecil dan dalam mengatasi perbedaan-perbedaan keluarga juga menitahkan untuk berdamai dan bertoleran. “wa al-shulh khair.”
9. Memerangi segala ilusi superior atas agama lain
Sebagian ayat al-Qur’an berceritera tentang peperangan terhadap keyakinan-keyakinan ekstrem dan fanatisme agama-agama lain. Keyakinan keliru yang menjadi sumber segala kebencian dan permusuhan terhadap pengikut agama-agama lainnya.
Kitab samawi kita (al-Qur’an) setelah menyeru kepada umatnya untuk dapat hidup berdampingan secara damai dan bersikap toleran dengan pengikut agama lainnya juga mengikis habis akar ilusi dan pikiran-pikiran keliru agama-agama lainnya terkait dengan keunggulanya atas agama lain.
Orang-orang Yahudi dan Kristen meyakini bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan; hanya merekalah yang menjalin hubungan abadi dengan Tuhan; surga Tuhan terkhusus untuk mereka dan pengikut agama lain sama sekali tidak memiliki kelayakan untuk masuk ke dalamnya; hanya Yahudi dan Kristen yang apa pun gelarnya, lebih unggul dan lebih tinggi dari semuanya dan paling layak mendapatkan penghormatan dan pemuliaan. Seluruh pengikut agama lainnya harus menghormati dan tunduk di hadapan dua bangsa pilihan ini.[11] “Orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata, “Kami ini adalah anak dan kekasih-kekasih Allah.” Katakanlah, “Jika demikian, mengapa Allah menyiksamu karena dosa-dosamu? (Kamu bukanlah anak dan kekasih-kekasih Allah), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).” (Qs. Al-Maidah [5]:18)
Pada ayat lainnya, al-Qur’an menyatakan, “Dan mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata, “Sekali-kali tidak akan pernah masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani.” Demikian itu (hanyalah) angan-angan kosong mereka belaka. Katakanlah, “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang-orang yang benar.” Iya! Barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Tuhan-nya, dan tiada kekhawatiran terhadap mereka serta tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Qs. Al-Baqarah [2]:111-112) Karena itu, sesuai dengan pesan ayat ini, surga Tuhan tidak dalam dominasi eksklusif kelompok tertentu.
Dengan demikian, al-Qur’an memerangi pemikiran-pemikiran arogan, angkuh dan fanatisme buta, bahaya dan dapat menyulut api peperangan. Dan dengan argumentasi menampakkan rapuh dan tidak logisnya pemikiran-pemikiran ini.
Jelas bahwa apabila pemikiran keliru dan bahaya ini berkuasa atas bangsa dan masyarakat maka mereka tidak akan dapat mencicipi perdamaian dunia dan koeksistensi dengan yang pemeluk agama lainnya.
Mengeliminir pelbagai fanatisme buta, perasaan superior dan rasialisme adalah ruang bagi tersedianya koeksistensi secara damai dengan agama-agama, bangsa-bangsa dan mazhab lainnya di dunia.
Dalam pandangan al-Qur’an, tiada satu pun bangsa pilihan dan tiada satu pun agama yang telah mengingat persaudaraan dengan Tuhan. Superioritas dan keagungan terkhusus bagi orang-orang yang hanya tunduk di hadapan hakikat dan kebenaran. Dan fanatisme tidak akan menghalanginya untuk menerima kebenaran tersebut.
10. Korporasi dan kerjasama dalam masalah-masalah internasional
Di antara kemestian kehidupan sosial dan masyarakat adalah korporasi dan kerja sama. Kehidupan sosial dan mekanisme hidup bermasyarakat pada tataran internasional tidak akan dapat terwujud tanpa kerja sama dan korporasi dalam pelbagai bidang politik, perekonomian, sosial dan kebudayaan. Untuk memecahkan pelbagai problematika internasional yang semakin hari semakin bertambah maka satu-satunya jalan adalah melakukan kerjasama dan korporasi di antara sesama.
Al-Qur’an menegaskan dan menganjurkan kerja sama dan korporasi yang juga merupakan prinsip rasional dan menempatkan arahnya dalam lingkup “birr wa taqwa” dan melarang kerja sama dalam perbuatan dosa dan kezaliman. “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Qs. Al-Maidah [5]:2)
Dalam lingkup dunia internasional, usaha untuk menegakkan keadilan, kesetaraan, perdamaian, keamanan, pengembangan merupakan obyek-obyek “birr” dan memerangi dominasi, eksploitasi, rasialisme dan segala jenis pemutusan akar-akar agresi pada tataran internasional, adalah usaha untuk memenuhi ketakwaan dan kedekatan bangsa-bangsa kepada kehendak dan keinginan Tuhan. Di jalan ini, segala jenis kerjasama dan korporasi yang berujung pada kerusakan, pelanggaran dan kezaliman harus dihindari.[12]
Semakin banyak perhatian terhadap prinsip-prinsip bersama maka kesepamahan internasional juga akan semakin besar. Sebagai hasilnya, perdamaian dan keamanan internasional akan tersedia. Al-Qur’an, di samping menganjurkan orang-orang beriman untuk mengadopsi prinsip-prinsip common, “Qul Yaa Ahla al-Kitab Ta’alu..” (Katakanlah wahai Ahlulkitab marilah...) dan menasihatkan kerjasama untuk merealisasikan “birr wa taqwa” (kebaikan dan ketakwaan) memberikan izin kepada kaum Muslimin untuk melakukan transaksi ekonomi dengan mereka dan sebagainya. Dan menyantap hidangan yang mereka suguhkan, selain minuman khamar dan daging babi: Jelas bahwa transaksi perekonomian dan izin untuk menyantap hidangan Ahlulkitab dan sebagainya, merupakan media-media terciptanya korporasi dan kerjasama dan koeksistensi secara damai di antara pemeluk agama-agama. Dalam pandangan Islam, korporasi dan kerjsama, sebelum menjadi sebuah taklif agama, ia merupakan kebutuhan dasar manusia. Memberdayakan bumi yang diciptakan Tuhan dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya, tidak akan tercapai secara maksimal tanpa adanya korporasi dan kerjasama. Kesimpulannya adalah bahwa meski pada ayat tidak diungkapkan secara lugas dan tegas ihwal kerjasama dan korporasi dengan Ahlulkitab dalam hal ini, namun menjelaskan satu obyek korporasi dan kerjsama dengan Ahlulkitab, memanfaatkan makanan yang disajikan oleh Ahlulkitab, selain khamar dan daging babi. Sejatinya izin untuk menyantap makanan Ahlulkitab dan sebagainya tergolong sebagai salah satu media korporasi dan kerjasama serta koeksistensi dengan damai dengan Ahlulkitab. [IQuest]
________________________________________
[1]. Diadaptasi dari Indeks 1619 (Site: 1671).
[2]. Silahkan lihat, Tafsir Nemune, Nashir Makarim Syirazi, et al, jil. 2, hal. 450.
[3]. Redaksi “Ya Bani Adam”, disebutkan pada beberapa ayat al-Qur’an, ayat-ayat, 26, 27, 35 dan 171 surah al-A’raf (7) dan ayat 70 surah al-Isra.
[4]. Qs. Al-Infithar [82]:6; (Qs. Al-Insyiqaq [84]:60); dan kurang lebih 60 ayat lainnya.
[5]. Silahkan lihat, al-Nizhâm al-Dauli al-Jadid baina al-Wâqi’ al-Hâli wa al-Tashawwur al-Islâmi, Yasir Abu Syabana, hal. 542-543.
[6]. Tafsir Nemune, Nashir Makarim Syirazi, et al, jil. 4, hal. 54.
[7]. Mabâni Hukumat-e Islâmi, Ja’far Subhani, penerjemah dan penyusun Daud Ilhami, hal. 526-530.
[8]. Tafsir Nemune, jil. 4, hal. 386.
[9]. Sebagian ayat seperti “Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, dan aku datang kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) dari Tuhan-mu.” (Ali Imran [3]:50); “Hai orang-orang yang telah diberi al-Kitab, berimanlah kamu kepada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur’an) yang membenarkan kitab yang ada padamu sebelum Kami merubah wajah(mu).” (Qs. Al-Nisa [4]:47); “Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Isra’il) dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil, sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya, dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat, menjadi petunjuk, dan nasihat untuk orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Maidah [5]:46); “Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, “Hai Bani Isra’il, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” (Qs. Shaf [61]:6); “Dan setelah datang kepada mereka sebuah kitab (Al-Qur’an) dari sisi Allah yang membenarkan agama (sejati) yang pernah mereka (miliki), padahal sebelum itu mereka selalu menunggu kemenangan atas orang-orang kafir (dengan bantuan agama baru tersebut), maka setelah datang kepada mereka kitab (dan kenabian) yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya.” (Qs. Al-Baqarah [2]:89); “Dan setelah datang kepada mereka seorang rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka.” (Qs. Al-Baqarah [2]:101).
[10]. Tafsir Nemune, jil. 22, hal. 31-32.
[11]. Silahkan lihat Ham Ziisti Madzhabi, Muhammad Mujtahid Syabistari, Maktab Islam, Tahun 7, No. 3, Hal. 37.
[12]. Silahkan lihat, Fiqh Siyâsi, Abbas ‘Amid Zanjani, jil. 3, hal. 441-461.
Salam...
Kamis, 04 April 2013
Al Quran dan Teori Evolusi
Latar Belakang Sejarah
Masalah penciptaan manusia termasuk salah satu pembahasan kuno yang mungkin telah mendapat perhatian dari sejak manusia itu diciptakan. Dengan menilik kitab-kitab samawi beberapa agama seperti agama Yahudi, Kristen, dan Islam, kekunoan pembahasan dapat kita lihat dengan jelas. Makalah ini ingin mengupas sebuah pembahasan komparatif antara ayat-ayat kitab samawi yang menyinggung penciptaan manusia dan teori evolusi. Dengan kata lain, perbandingan antara keyakinan para ahli tafsir dan pengetahuan yang diyakini oleh para ilmuwan ilmu alam tentang tata cara penciptaan manusia. Akan tetapi, kejelasan tentang masalah ini bergantung pada penjelasan yang benar tentang teori pemikiran ini, dan juga pada pemaparan latar belakang sejarah dan sikap-sikap yang pernah diambil dalam menanggapinya. Tujuan asli tulisan ini adalah kita ingin menemukan sumber kehidupan manusia. Apakah seluruh jenis binatang dan tumbuh-tumbuhan muncul dengan bentuk seperti ini dan dengan karakteristik dan keistimewaan yang independen dari sejak awal mereka diciptakan, dan lalu mereka juga berkembang biak dengan dengan cara yang sama? Ataukah seluruh binatang dan tumbuh-tumbuhan itu berasal dari spesies (naw‘) yang sangat sederhana dan hina, lalu mereka mengalami perubahan bentuk lantaran faktor lingkungan dan natural yang beraneka ragam, dan setelah itu mereka memperoleh bentuk yang lebih sempurna dengan gerakan yang bersifat gradual sehingga memiliki bentuk seperti sekarang ini?Teori pertama dikenal dengan nama teori Fixisme dan diyakini oleh para pemikir pada masa-masa terdahulu. Sedang teori kedua dikenal dengan nama teori Transformisme dan diterima oleh para ilmuwan dari sejak abad ke-19 Masehi.
Teori pertama meyakini adanya aneka ragam spesies makhluk yang bersifat independen; artinya manusia berasal dari manusia dan seluruh binatang yang lain juga berasal dari spesies mereka masing-masing. Akan tetapi, teori kedua beranggapan bahwa penciptaan spesies-spesies yang ada sekarang ini berasal dari makhluk dan spesies-spesies yang berbeda.
Para ilmuwan berkeyakinan bahwa teori Evolusi alam natural paling tidak seusia dengan masa para filosof Yunani. Sebagai contoh, Heraclitus meyakini bahwa segala sesuatu senantiasa mengalami proses dan evolusi. Ia menegaskan, “Kita harus ketahui bersama bahwa segala sesuatu pasti mengalami peperangan, dan peperangan ini adalah sebuah keadilan. Segala sesuatu terwujud lantaran peperangan ini, dan setelah itu akan sirna.” Segala sesuatu selalu berubah dan tidak ada suatu realita yang diam. Ketika membandingkan antara fenomena-fenomena alam dengan sebuah aliran air sungai, ia berkata, “Kalian tidak dapat menginjakkan kaki dalam satu sungai sebanyak dua kali.”
Mungkin filosof pertama yang mengklaim teori Transformisme (perubahan gradual karakteristik dan spesies seluruh makhluk hidup) adalah Anaximander. Ia adalah filosof kedua aliran Malthy setelah Thales. Ia beryakinan bahwa elemen utama segala sesuatu adalah substansi (jawhar) yang tak berbatas, azali, dan supra zaman. Anaximander juga berkeyakinan bahwa kehidupan ini berasal dari laut dan bentuk seluruh binatang seperti yang kita lihat sekarang ini terwujud lantaran proses adaptasi dengan lingkungan hidup. Manusia pada mulanya lahir dan terwujud dari spesies binatang lain. Hal ini lantaran binatang-binatang yang lain dapat menemukan sumber makanannya dengan cepat. Akan tetapi, hanya manusia sajalah yang memerlukan masa yang sangat panjang untuk menyusu pada ibu yang telah melahirkannya. Jika manusia memiliki bentuk seperti yang dapat kita lihat sekarang ini sejak dari permulaan, niscaya ia tidak akan dapat bertahan hidup.
Meskipun teori Evolusi memiliki masa lalu yang sangat panjang, tetapi teori ini tidak memperoleh perhatian yang semestinya dari para ilmuwan selama masa yang sangat panjang. Dengan kemunculan para ilmuwan seperti Lamarck, Charles Robert Darwin, dan para ilmuwan yang lain, teori ini sedikit banyak telah berhasil menemukan posisi ilmiah yang semestinya.
Di penghujung abad ke-18 dan permulaan abad ke-19, seorang ilmuwan ilmu alam berkebangsaan Prancis yang bernama Cuvier melontarkan sebuah teori tentang penciptaan makhluk hidup. Ia berkeyakinan bahwa makhluk hidup muncul selama masa yang beraneka ragam dalam tataran geologi. Lantaran revolusi-revolusi besar dan tiba-tiba yang pernah terjadi di permukaan bumi, seluruh makhluk hidup itu musnah. Setelah itu, Tuhan menciptakan kelompok binatang baru dalam bentuk yang lebih sempurna. Periode-periode makhluk selanjutnya juga muncul dengan cara yang serupa. Teori ini dalam ilmu Geologi dikenal dengan nama Catastrophisme; yaitu revolusi besar di permukaan bumi. Ia mengingkari seluruh jenis hubungan kefamilian antara makhluk hidup pada masa kini dan makhluk-makhluk yang pernah hidup sebelumnya. Ia meyakini teori Fixisme.
Pada masa kehidupan Cuvier, para ilmuwan seperti Buffon sang zoolog, Lamarck, dan akhirnya Darwin, muncul dalam arena teori Evolusi. Meskipun Buffon hanya mampu meyakini bahwa evolusi makhluk hidup hanya bersifat eksternal, tetapi Lamarck dan lebih hebat darinya, Darwin mampu membuka sebuah posisi ilmiah baru bagi teori ini.
Ketika menjelaskan realita ini, Dampyer menulis, “Teori pertama yang sangat mengena dan begitu logis adalah teori Lamarck (1744 – 1829 M.). Ia menekankan bahwa faktor evolusi (makhluk hidup) adalah perubahan-perubahan menumpuk (accumulated transformations) yang disebabkan oleh faktor lingkungan hidup dan dimiliki oleh setiap makhluk hidup dengan cara warisan. Menurut Buffon, pengaruh perubahan lingkungan hidup terhadap komposisi seseorang sangat minimal. Tetapi Lamarck berkeyakinan bahwa jika perubahan-perubahan yang diperlukan dalam tindakan bersifat permanen, maka seluruh perubahan itu akan mengubah seluruh anggota tubuh yang telah kuno, atau jika tubuh membutuhkan sebuah anggota baru, maka perubahan itu akan menciptakannya. Atas dasar ini, nenek moyang jerapah yang hidup pada masa kini menemukan leher yang panjang dan lebih panjang lagi lantaran ia harus melongok demi meraih dedaunan yang sulit dijangkau. Perubahan komposisi tubuh seperti ini menemukan titik kesempurnaannya melalui jalan warisan. Etienne Geoffroy Saint Hilaire dan Robert Chambers adalah dua orang di antara para pendukung teori Evolusi yang hidup pada abad ke-19. Mereka berkeyakinan bahwa lingkungan hidup memiliki pengaruh langsung pada individu.”
Atas dasar ini, ilmuwan Biologi pertama yang memberikan nilai kepada teori Evolusi adalah Lamarck. Tetapi pendapat dan teori-teorinya tidak memperoleh tanggapan yang semestinya. Hal ini bukan lantaran ketegaran dan kekokohan teori Fixisme pada masa itu. Tetapi hal itu lantaran mekanisme perubahan (mechanism of transformations) yang diusulkan oleh Lamarck tidak menarik para ilmuwan yang hidup kala itu.
Aliran-Aliran Teori Evolusi
Lantaran pandangan yang beraneka ragam terhadap struktur alam, para pendukung teori Evolusi Spesies memiliki sikap dan haluan yang sangat beragam. Atas dasar ini, pada setiap penggalan sejarah, banyak hipotesis baru yang dilontarkan untuk menepis teori-teori oposisi. Aliran Lamarckisme, Neo Lamarckisme, Darwinisme, Neo Darwinisme, dan teori Mutasi (perubahan secara tiba-tiba) adalah lima aliran yang mendukung teori Evolusi. Pada kesempatan ini, kami akan menjelaskan setiap aliran pemikiran ini secara ringkas, dan juga meneliti akibat yang telah muncul sebagai konsekuensinya.a. Lamarckisme
Seperti telah dijelaskan di atas, Lamarck, seorang zoolog berkebangsaan Prancis, ini adalah biologis pertama yang—paling tidak—telah berhasil mengokohkan teori Evolusi berpijak di atas konsep-konsep ilmiah. Ia mendeklarasikan teorinya itu pada tahun 1801 M. dengan menerbitkan bukunya yang berjudul Falsafeh-ye Janevar Shenasi (Filsafat Zoologi). Ia tidak meyakini bahwa undang-undang yang berlaku di alam ini keluar dari kehendak Ilahi yang azali. Tetapi ia berkeyakinan bahwa motor utama penggerak sebuah kesempurnaan adalah sebuah power yang menjadi faktor keterwujudan spesies-spesies yang lebih sempurna melalui kaidah “pemanfaatan dan non-pemanfaatan anggota tubuh”. Menurut Lamarck, setiap makhluk hidup pada permulaannya sangat hina dan sederhana sekali. Lalu lantaran beberapa kausa dan faktor, makhluk hidup itu mengalami evolusi menjadi spesies yang lebih sempurna. Faktor-faktor tersebut adalah lingkungan hidup, pemanfaatan dan non-pemanfaatan anggota tubuh, kehendak, dan perpindahan seluruh karakteristik yang bersifat akuisitif (iktisâbî).Substansi klaim Lamarck adalah perubahan lingkungan hidup menyebabkan perubahan anggota tubuh. Seekor binatang untuk menjalani kehidupan terpaksa harus memanfaatkan sebagian anggota tubuhnya melebihi anggota tubuh yang lain. Dengan memperkuat fungsi sebagian anggota tubuhnya dan meminimalkan fungsi sebagian anggota tubuh yang lain, ia melestarikan kehidupannya.
Dengan kata lain, perubahan kondisi kehidupan menimbulkan kebutuhan-kebutuhan baru. Jika makhluk hidup tidak memperdulikan seluruh kebutuhan itu, maka ia akan musnah. Tetapi jika ia harus memenuhi seluruh kebutuhan itu, maka ia memerlukan anggota tubuh yang sesuai. Dengan demikian, sebuah evolusi dalam struktur tubuhnya akan terjadi. Jika ia memanfaatkan sebagian anggota dalam jumlah yang minimal, maka anggota tubuh itu akan melemah dan kadang-kadang akan musnah. Tetapi jika ia melakukan aktifitas dalam kadar yang maksimal, maka anggota-anggota tubuh baru akan muncul. Pada akhirnya, perubahan-perubahan akuisitif (iktisâbî) ini akan diwarisi oleh generasi-generasi makhluk hidup berikutnya.
Faktor lain evolusi itu adalah kehendak dan keinginan yang dimiliki oleh makhluk hidup. Artinya, ia ingin mengadaptasikan diri dengan lingkungan hidup dan mengatasi seluruh kebutuhan hidupnya.
Untuk membuktikan hipotesisnya itu, Lamarck mengajukan analisa tentang mata seekor tikus yang buta, paruh kuat yang dimiliki oleh sebagian burung, lenyapnya kaki ular, memanjangnya leher jerapah, berubahnya kuda dari kondisi karnivora menjadi herbivora, dan contoh-contoh yang lain. Menurut keyakinannya, semua itu terjadi lantaran faktor-faktor yang telah dipaparkan di atas.
b. Neo Lamarckisme
Teori Noe Lamarckisme muncul ke arena ilmu Biologi berkat usaha keras Gope, seorang ahli Biologi berkebangsaan Amerika. Teori ini sangat serupa dengan teori Lamarck berkenaan dengan evolusi spesies dan peran beberapa faktor penting seperti kondisi lingkungan hidup, pemanfaatan dan non-pemanfaatan anggota tubuh, dan pewarisan karakteristik yang bersifat akuisitas (iktisâbî). Akan tetapi, dalam menanggapi kehendak dan keinginan makhluk hidup untuk mengubah anggota tubuhnya sendiri, teori ini tidak sejalan dengan teori Lamarck. Menurut teori Neo Lamarckisme, makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan mengalami evolusi lantaran pengaruh langsung lingkungan hidup. Generasi-generasi selanjutnya akan mewarisi seluruh perubahan yang bersifat akuisitas ini.Zeo Frouy Saint Hailler, seorang ahli Biologi berkebangsaan Prancis, juga memiliki pemikiran seperti Lamarck. Ketika bukunya yang berjudul Falsafeh-ye Tashrîh beredar pada tahun 1818 M., banyak sekali protes yang tertuju kepadanya pada paruh pertama abad ke-19.
c. Darwinisme
Teori ketiga dicetuskan oleh Charles Robert Darwin, seorang ahli Biologi berkebangsaan Inggris. Ia lahir pada tahun 1809 M. Di permulaan usianya, ia menekuni ilmu kedokteran. Setelah itu, ia mempelajari ilmu agama. Akan tetapi, ia tidak pernah memiliki keinginan untuk menekuni bidang ilmu kedokteran dan juga tidak berminat untuk melakukan tugas-tugas seorang pendeta. Oleh karena itu, ketika mendengar bahwa sebuah kapal laut ingin melancong keliling dunia, ia ikut bersama kapal laut itu dengan tujuan untuk menjelajahi jagad raya ini. Ia menjelajahi lautan dan daratan selama beberapa tahun lamanya. Di sela-sela penjelajahan itu, ia melakukan penelitian ilmiah. Ia meneliti tentang tata cara penciptaan dan kondisi tumbuh-tumbuhan dan binatang. Ketika telah kembali ke negaranya, ia merenungkan, memikirkan, dan meneliti seluruh penemuan yang telah dicatat dalam buku hariannya selama dua puluh tahun. Dari konklusi seluruh hasil penelitiannya ini, ia mengambil kesimpulan bahwa teori kuno harus ditinggalkan dan teori baru; yaitu teori Evolusi Spesies, harus diterima. Menurut keyakinannya, seluruh makhluk hidup berubah menjadi bentuk makhluk hidup yang lain lantaran sebuah proses evolusi dan penyempurnaan, dan tidak ada satu makhluk hidup pun yang diciptakan tanpa adanya sebuah mukadimah dan secara mendadak dan tiba-tiba.Pada tahun 1837 M., Darwin menerbitkan sebuah koran dan memuat buah pemikirannya di koran tersebut secara gradual. Pada tanggal 20 Juli 1854, ia berhasil menamatkan penulisan buku Mansha’-e Anva’ dan menerbitkannya pada tanggal 24 Oktober 1859.
Dalam membuktikan teori Tranformisme, Darwin mengajukan riset-riset yang telah dilakukannya tentang embriologi binatang, periode-periode kesempurnaan nenek moyang makhluk hidup sesuai dengan pembuktian fosilologi, dan keserupaan struktur janin manusia dengan ikan dan katak kepada para ahli ilmu Biologi yang hidup semasa dengannya. Ia juga membawakan sebuah bukti bahwa klan manusia masih memiliki hubungan kefamilian dengan klan binatang.
Pada karya tulis pertamanya, Darwin enggan memaparkan masalah penciptaan manusia. Akan tetapi, pada tahun 1871 M., ia memaparkan sebuah pembahasan yang sangat detail tentang asal usul penciptaan manusia dalam sebuah buku yang berjudul Tabar-e Insan (Asal Usul Manusia). Dalam buku ini, ia menjelaskan beberapa sifat lahiriah manusia seperti bentuk wajah, gerakan tangan dan kaki, dan cara berdiri, beberapa karakteristik jiwa seperti menggambarkan, membayangkan, dan merenungkan, dan juga beberapa karakteristik spiritual seperti cinta sesama, naluri cinta, lebih mementingkan kepentingan orang lain, dan karakteristik lainnya. Menurut analisanya, semua itu terjadi berdasarkan perubahan gradual yang pernah dialami oleh nenek moyangnya yang anthropoid, dan bahkan dialami oleh beberapa jenis binatang seperti kera, dalam rangka mempertahankan keabadian diri dan memilih pilihan natural yang harus mereka pilih. Perbedaan yang ada antara manusia dan binatang, baik dari sisi postur tubuh maupun kejiwaan, ia yakini sebagai perbedaan kuantitas belaka, bukan kualitas. Hingga akhir usianya yang berlanjut hingga 73 tahun, ia senantiasa melakukan berbagai kegiatan dan riset ilmiah. Ia meninggal dunia pada tahun 1882 M.
Pada hakikatnya, teori Darwin adalah perluasan cakupan siasat ekonomi klasik terhadap dunia binatang dan tumbuh-tumbuhan. Buku Malthus, seorang ekonom dan pendeta berkebangsaan Inggris, tentang masyarakat banyak mempengaruhi pemikiran Darwin. Dalam bukunya itu, Malthus ingin membuktikan bahwa masyarakat di muka bumi ini akan bertambah sesuai dengan ketentuan progresi numeral (tashâ’ud-e handasî). Hal ini padahal seluruh fasilitas ekonomi tidak mungkin dapat menjamin seluruh kebutuhan manusia. Atas dasar ini, mayoritas manusia yang hidup dalam sebuah generasi harus musnah lantaran sebuah bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, paceklik, perang, dan lain sebagainya sebelum mereka menggapai usia balig agar keseimbangan antara jumlah masyarakat dan fasilitas ekonomi tersebut terwujud. Menurut sebuah riset, jumlah umat manusia dalam tempo dua puluh lima tahun akan bertambah dua kali lipat. Jika penambahan jumlah penduduk itu tetap berjalan dalam kurun waktu dua abad, maka jumlah penduduk bumi akan mencapai lima milyard.
Setelah menelaah buku ini, ketika mengajukan interpretasi tentang keseimbangan antara jumlah umat manusia dan binatang, Darwin mengetengahkan teori “perjuangan untuk hidup abadi” (struggle for existence). Perjuangan ini akan terealisasi akibat sebuah pilihan alamiah, dan akhirnya sebuah makhluk yang lebih pantas hidup akan kekal. Pilihan sintetis yang dilakukan oleh manusia dan dengan jalan memperkuat pertumbuhan sebagian tumbuhan dan binatang dapat mewujudkan generasi yang lebih bagus.
Di samping buku Malthus, pemikiran dan percobaan-percobaan yang pernah dilakukan oleh Lamarck dan para pemikir yang lain adalah faktor lain yang memiliki pengaruh besar terhadap teori Darwin. Lamarck membagi bumi dan makhluk hidup ke dalam beberapa periode:
Pada periode pertama yang berlangsung selama 2 juta tahun, tidak ada satu makhluk hidup pun yang ada di muka bumi. Pada periode kedua yang berlangsung selama 1 milyard tahun, bumi hanya dihuni oleh makhluk hidup bersel tunggal dan binatang-binatang laut yang sangat sederhana. Pada periode ketiga yang berlangsung selama 360 juta tahun, binatang melata yang hidup di dua alam dan tak bertulang punggung muncul di permukaan bumi. Pada periode keempat yang berlangsung selama 750 juta tahun, binatang mamalia, bangsa ikan, dan burung muncul di permukaan bumi. Pada periode kelima yang belangsung selama 75 juta tahun, makhluk hidup yang lebih sempurna dan manusia anthropoid muncul di permukaan bumi. Pada era 1 juta tahun terakhir, manusia telah berubah menjadi manusia sempurna yang dapat kita lihat sekarang. Darwin juga banyak terpengaruh oleh pemikiran Cudolfski, pencetus ilmu Paleontologi. Riset-riset yang telah dilakukan oleh Cudolfski membuahkan teori Evolusi Spesies. Dengan mendeklarasikan teori Evolusi Spesies itu, pada hakikatnya Darwin telah mengibarkan bendera perang terbuka melawan ajaran-ajaran fundamental agama Kristen, seperti Isa sebagai juru penyelamat, penciptaan manusia dalam pandangan Taurat, keserupaan Tuhan dengan manusia, teori finalisme, kebertujuan alam wujud, dan kelebihutamaan manusia atas binatang. Meskipun demikian, kita tidak memiliki bukti yang kuat untuk menuduhnya telah berpaling dari agama.
Background Utama Teori Darwin
Background utama teori Evolusi Darwin adalah beberapa hal berikut ini:1. Konsep kausalitas; dalam dunia makhluk hidup, tidak ada satu peristiwa pun yang terjadi tanpa kausa.
2. Konsep gerak; dunia makhluk senantiasa mengalami perubahan.
3. Konsep tranformasi kuantitas menjadi tranformasi kualitas; dalam dunia makhluk, seluruh tranformasi kuantitas yang akumulatif (bertumpuk-tumpuk) akan berubah menjadi tranformasi kualitas.
4. Konsep kekekalan materi dan energi; antara dunia makhluk hidup dan makhluk tak hidup terjadi proses pertukaran materi dan energi. Dalam proses pertukaran ini, tidak ada suatu apapun yang akan sirna.
5. Konsep antagonisme; setiap partikel dari dunia makhluk hidup dan begitu juga keseluruhan dunia tersebut senantiasa memiliki antagonis yang menganugerahkan identitas kepadanya. Proses antagonik dan kontradiksi adalah faktor utama gerak dan pencipta kontradiksi-kontradiksi baru.
6. Konsep kombinasi; seluruh antagonis yang ada di dunia makhluk hidup selalu berada dalam konflik. Tapi akhirnya seluruh antagonis itu akan berpadu. Dari perpaduan ini, muncullah sebuah kombinasi baru di dunia wujud, dan kombinasi baru ini juga memiliki antagonis.
7. Konsep negasi dalam negasi; setiap sistem, baik berupa organisme individual, spesies, genus, klan, dan lain sebagainya adalah sebuah realita nyata yang akan sirna di sepanjang masa lantaran konflik yang terjadi antar antagonis. Tempat realita itu diambil alih oleh realita nyata baru yang ia sendiri akan sirna pada suatu hari. Hasil dari negasi dalam negasi ini adalah proses tranformasi.
Pondasi Utama Teori Darwin
Dengan mengkombinasikan antara pengalaman empiris dan rasional, Darwin mencetuskan pondasi-pondasi teorinya berikut ini:a. Pengaruh lingkungan hidup. Darwin mengadopsi konsep ini dari Lamarck.
b. Transformasi aksidental (random variation); Darwin membawakan banyak bukti bahwa transformasi yang terlihat spele dan terjadi dengan sendirinya dalam anggota setiap spesies terwujud secara aksidental dan saling terwarisi. Tapi berkenaan dengan sumber utama dan kausa transformasi ini, ia hanya mengandalkan rekaan dan sangkaan. Ia menegaskan bahwa teori yang telah ia cetuskan ini—dengan sendirinya—tidak mampu menjelaskan kausa seluruh tranformasi itu. Tujuan utama yang ingin digapai oleh Darwin adalah bahwa transformasi semacam ini memang benar-benar terjadi, dan ia tidak mementingkan faktor apakah yang telah mewujudkannya.
Transformasi aksidental yang terjadi di dunia makhluk hidup tidak keluar dari konsep kausalitas. Transformasi aksidental adalah sebuah proses yang berdasarkan pertimbangan statistik dan perhitungan kemungkinan memiliki nasib yang lebih sedikit untuk bisa terwujud.
Berkenaan dengan hal ini, Darwin menegaskan, “Di dunia binatang liar, banyak sekali kita lihat transformasi yang terjadi secara aksidental. Penggunaan kosa kata ‘aksidental’ tanpa disertai pengakuan yang tegas adalah sebuah pengakuan atas kebodohan kita terhadap kausa-kausa transformasi individual tersebut.”
c. Pertikaian untuk kekal; secara keseluruhan, jumlah makhluk hidup (yang tidak produktif) lebih banyak daripada jumlah makhluk-makhluk hidup yang produktif (dapat menghasilkan keturunan). Sebagian transformasi dapat mewujudkan sebuah kelebihan tak terindera sehubungan dengan perlombaan dan pertikaian dahsyat dalam anggota sebuah spesies atau antara spesies-spesies yang beraneka ragam untuk menggapai kekekalan dalam sebuah lingkungan hidup.[16] Darwin mempelajari terminologi ini dari Malthus, seorang ekonom era abad ke-18.
Ketika menjelaskan pondasi dasar ini, Darwin menegaskan, “Pada saat paceklik, dua binatang karnivora akan saling berperang untuk memperebutkan sepotong daging demi mempertahankan hidup. Meskipun kehidupan setiap tumbuhan bergantung pada air, tetapi eksistensi tumbuhan yang hidup di pinggiran sebuah padang yang tak berair dan tak berumput bergantung pada semangatnya untuk berperang melawan kekeringan. Pengertian konsep pertikaian untuk kekal dapat diumpamakan dengan pertikaian antara benalu dan sebatang pohon yang dihinggapinya. Jika jumlah benalu yang tumbuh di atas sebatang pohon semakin banyak, maka pohon itu akan kering. Untuk mempermudah kita memahami pengertian ini, kami menggunakan terminologi pertikaian untuk kekal.”
Pertikaian untuk kekal adalah konsekuensi yang tak dapat dihindari dari sebuah realita bahwa organisme setiap makhluk hidup memiliki keinginan untuk memperbanyak diri dan berkembang biak. Berdasarkan doktrin Malthus, makhluk hidup yang berkembang biak melalui jalan penanaman biji atau bertelur sudah seharusnya mempersiapkan diri untuk musnah pada suatu periode kehidupannya. Jika tidak demikian, lantaran faktor keinginan setiap makhluk hidup untuk berkembang biak secara geometrikal, maka makhluk hidup akan bertambah banyak dalam waktu yang sangat singkat sehingga dunia manapun tidak akan mampu lagi untuk menampungnya. Karena setiap makhluk hidup dapat lebih banyak menciptakan keturunan dibandingkan dengan makhluk lain yang mampu untuk meneruskan hidup, maka peperangan dan pertikaian di antara anggota sebuah spesies makhluk hidup itu dan dengan spesies makhluk hidup yang lain atau dengan kondisi lingkungan hidupnya pasti harus terjadi. Proses perkembangbiakan ini—tanpa pengecualian—dimiliki oleh seluruh organisme makhluk hidup. Setiap makhluk hidup akan berkembang biak dengan cepat sekali. Jika tidak ada penghalang yang dapat mencegah proses perkembangbiakan ini, niscaya keturunan yang dimiliki oleh sepasang makhluk hidup akan memenuhi seluruh bumi. Manusia juga begitu. Meskipun makhluk ini berkembang biak dengan sangat lambat, akan tetapi dalam kurun waktu dua puluh lima tahun, jumlahnya akan bertambah dua kali lipat. Setelah beberapa ribu tahun, tidak akan ada tempat lagi di atas bumi ini untuk keturunan manusia.
Kami memiliki beberapa contoh untuk realita ini. Untuk pertama kali, sebuah tumbuhan dipindahkan ke sebuah pulau, dan dalam kurun waktu sepuluh tahun, tumbuhan itu telah memenuhi seluruh pulau tersebut. Meskipun terjadi pertikaian dengan seluruh faktor yang ada di lingkungan sekitarnya, tetapi organisme setiap makhluk hidup tetap memiliki keinginan untuk berkembang biak. Tidak boleh kita lupakan bahwa setiap makhluk hidup, baik tua maupun muda, akan mengalami sebuah peperangan yang dahsyat pada suatu periode kehidupannya untuk mempertahankan diri dari kebinasaan. Jika kita dapat membasmi faktor yang dapat menyebabkan kebinasaannya, meskipun faktor itu bersifat sepele, maka jumlah makhluk hidup itu akan bertambah banyak secara menakjubkan. Faktor yang berpengaruh dalam upaya mencegah proses perkembangbiakan itu sangatlah penting.
Darwin meyakini bahwa kondisi sebuah iklim dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi sangat berpengaruh dalam menyetabilkan jumlah rata-rata anggota sebuah spesies. Hawa yang sangat dingin pada sebuah musim dingin dan paceklik pada sebuah musim panas dapat mengurangi jumlah anggota sebuah spesies secara gradual. Pertikaian untuk kekal di kalangan binatang dan tumbuh-tumbuhan, begitu juga di kalangan anggota sebuah spesies adalah lebih dahsyat dan lebih serius. Ketika peperangan di kalangan spesies dalam satu genus berubah menjadi pertikaian untuk kekal, meskipun spesies itu banyak memiliki keserupaan bentuk rupa, adat istiadat, dan khususnya postur tubuh, maka peperangan itu akan lebih dahsyat dibandingkan dengan peperangan yang terjadi antara satu spesies yang berasal dari satu genus dengan spesies lain yang berasal dari genus yang berbeda.
d. Konsep pemanfaatan dan non-pemanfaatan anggota tubuh; Darwin mempelajari konsep ini dari Lamarck dan memanfaatkannya dalam buku Mansha’-e Anva’. Ketika menjelaskan unsur biologis ini, ia menulis, “Dalam bangsa binatang yang jinak, pemanfaatan (anggota tubuh.
Jumat, 15 Februari 2013
Catatan Lazuardi Birru: PETISI PERDAMAIAN BERSAMA
Catatan Lazuardi Birru: PETISI PERDAMAIAN BERSAMA: Deskripsi Menciptakan Perdamain Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara Serta Kesatuan Dalam Keberagaman Tanpa Kekerasan Merupakan Wujud Cit...
Senin, 28 Januari 2013
GOOD BETTER TOMORROW
MELAKUKAN YANG MUNGKIN DALAM HIDUP SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA DALAM MENGEJAR EKSISTENSI DIRI.